Alasan Kita Suka Menunda-nunda Atau Prokrastinasi
Jika kamu pernah menunda dua tiga tugas penting dengan beralih menyusun buku sesuai abjad, kita tentu paham bahwa itu bukan contoh real dari sifat malas.
Kita tahu bahwa mereka yang menghabiskan banyak waktu untuk membersihkan, menyusun dan merapikan sesuatu seperti rak buku termasuk hal yang membutuhkan fokus dan usaha.
Dan ini tidak seperti main game sampai lupa waktu atau nonton video tranding di youtube.
Menyusun buku menurut abjad adalah hal yang baik, namun bukan hal terbaik yang harus dilakukan pada saat itu.
Kita bisa saja merasa sibuk, tetapi tidak mengerjakan tugas penting yang menuntut deadline besok. Ini bukan tentang kemalasan dan manejemen waktu yang kurang. Ini adalah penundaan.
Secara etimologis penundaan berasal dari kata kerja latin yaitu “Pro” dan “Crastinus”.
“Pro” memiliki arti "maju, ke depan atau lebih disukai".
“Crastinus” berarti “besok”.
Berangkat dari sini Procrastinus diartikan lebih suka mengerjakan tugas besok daripada menyelesaikannya hari ini.
Orang Indonesia memberinya sebutan prokars…
Penundaan termasuk masalah umum, yang secara negatif mempengaruhi sekitar 20% orang dewasa dan sekitar 50% mahasiswa. – Kutip By Itamar Shatz, PhD
Penundaan sendiri memiliki dampak seperti menurunnya produktivitas, hilangnya peluang dan tempat menabung stress.
Lalu…
Mengapa Kita Suka Menunda-nunda atau Prokrastinasi
inilah mengapa kami mengungkapkan bahwa penundaan pada dasarnya tidak rasional– kata Dr. Fuschia Sirois, profesor psikologi di University of Sheffield.
Tentu tidak masuk diakal jika, kita berusaha melakukan sesuatu yang akan memiliki dampak negatif. Seperti jangan sentuh tegangan listrik tinggi, kita pura-pura tidak tahu dan menyentuhnya HhMm...
Mereka yang terjebak dalam siklus menunda biasanya karna mereka sudah kurang mampu mengelolah suasana hati negatif di sekitar meja kerja.
Menunda-nunda adalah masalah regulasi emosi, bukanlah masalah manajemen waktu – kata Dr. Tim Pychyl dari Carleton University di Ottawa
Kita mugkin beranggapan dengan menunda dua tiga pekerjaan penting dapat memperbaiki suasana hati, memang benar adanya!
Tapi, yang namanya pekerjaan bila tidak dikerjakan tentu tidak akan pernah selesai. Ujung-ujung kita sendiri yang akan stress.
Baca Juga: Cara Menjadi Lebih Produktif Ala Filosofi Stoic
Banyak dari kita berpikir bahwa saya tidak cukup pandai menulis artikel ini, menulis adalah hal yang sulit bagi saya kerjakan, akan seperti apa pandangan orang tentang tulisan saya nanti, bagaimana jika nanti saya membuat kekacauan di pekerjaan.
Pada akhirnya kita lebih memilih menyusun rak buku itu dan menganggapnya hal yang bagus untuk dikerjakan.
Tentu ini hanya akan menambah tabungan stres kita dan tanpa sadar kita menyalahkan diri sendiri.
Penundaan biasanya memperburuk kesusahan, yang berkontribusi pada siklus penundaan lebih lanjut.
Inilah yang saya maksud sebagai jebakan lingkaran penundaan…
Seiring berjalannya waktu, menunda bisa menjadi menjalar bukan saja pada lingkup eksternal, bisa juga mencakup internal seperti gangguan mental, kepuasan hidup yang rendah, gejala depresi, penyakit kronis dan bahkan hipertensi.
“Penundaan adalah peretas produktivitas”
Penelitian yang dilakukan Dr. Hershfield menemukan bahwa dalam otak manuisa terdapat pendeteksi ancaman atau amigdala.
Misalnya kita baranggapan bahwa tugas sebagai ancaman kesejahteraan, meski secara interlektual kita sadar dampak negatif menunda. Namun, tetap saja otak kita masih lebih peduli dan berusaha menghilangakan ancaman di masa sekarang.
Para peneliti menyebutnya sebagai “pembajakan amigdala”.
Berusaha mengatakan kepada diri kita sendiri untuk berhenti menunda, namun tidak berhasil...
Berpikir cara untuk menyelesaikan lebih banyak tugas, namun gagal…
Sebab semua ini, tidak mengatasi akar dari penundaan.
Bagaimana kita dapat sampai ke akar masalah penundaan?
Perlu disadari pada pointnya, penundaan adalah hal yang berkaitan dengan emosi, bukan produktivitas.
Maka, dengan itu kita tidak perlu repot-repot install app manajemen waktu atau pun mempelajari cara baru untuk pengendalian diri.
Ini erat hanya cara lain yang dapat kita lakukan untuk mengelolah emosi.
Otak manusia memiliki sistem haus imbalan, selalu berusaha mencari imbalan relatif.
Kita akan selalu berputar pada kebiasaan menunda bila, kita belum menemukan imbalan yang lebih baik.
Otak baru akan membuka privasi jika, kita telah memberi sesuatu yang lebih baik untuk dikerjakan.
Untuk dapat memperbaiki kebiasaan apapun, kita harus memberi otak apa yang disebut Dr. Brewer sebagai “Penawaran yang lebih baik, lebih besar”.
Sehingga, ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk memberi hadiah, ini tentu lebih baik daripada kita menghindarinya.
Hadiah yang tidak membahayakan diri sendiri di masa mendatang dan tidak termasuk hal yang sukar dilakukan.
Karena itu solusinya bersifat internal dan tidak bergantung pada apapun kecuali diri kita sendiri.
Pada sebuah studi tahun 2012, meneliti tentang hubungan antara stres, self-compassion (kasih sayang diri) dan penundaan. Dr. Sirois menemukan ternyata orang-orang yang suka menunda memiliki tingkat stress yang tinggi dan self-compassion yang rendah.
Ini menunjukkan bahwa self-compassion berperan penting dalam mengurangi tekanan psikologi penyebab utama penundaan.
Disisi lain ini berperan aktif meningkatkan motivasi, menunjang perasaan harga diri dan menumbuhkan emosi positif seperti, optimisme, rasa ingin tahu dan inisiatif pribadi.
Bagian terbaik dari semuanya, self-compassion tidak memerlukan hal-hal yang bersifat eksternal. Kita hanya perlu mengahadapi tantangan dengan menerimanya daripada melakukan perenungan dan penyesalan.
Kedengarannya mudah tetapi itu juga tidak sesulit yang kita bayangkan.
Kita dapat mencoba merevisi ulang pekerjaan dengan mempertimbangkan nilai positifnya ataupun memikirkan hasil yang bermanfaat dari menyelesaikan pekerjaan. Mungkin kita telah mengerjakan hal serupa dan ternyata kita baik-baik saja.
Beberapa cara lain yang dapat kita coba dalam mengelola perasaan, yang menjadi pemicu sifat menunda-nunda:
1. Kembangkan Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu berperan penting sebagai generator penggerak, suatu kondisi dimana kita berusaha menelusuri pengetahuan, pengalaman atau memperoleh hal baru.
Peran penting dari rasa ingin tahu dapat menjadi penghalang kita menunda sesuatu sebab, dirasa terdapat hal yang membuat kita tertarik untuk mengetahui hasil dibalik pekerjaan.
Misalnya saat kamu merasa tergoda menunda, coba kamu arahkan perhatian pada sensai yang ada dalam pikiran dan tubuh. Apa yang sedang terjadi dalam pikiranmu saat kamu mengamatinya?.
Kita bisa saja menemukan emosi baru dan sensasi bergeser ketika kesadaran mulai naik ke permukaan. dampaknya keingintahuan kita pun berperan sebagai pemantik utama munculnya kesadaran diri untuk mulai bekerja.
2. Buat Godaan Menjadi Terasa Lebih Tidak Nyaman
Menurut Ms. Rubin seseorang dapat mengambil apa yang kita ketahui tentang penundaan dan menggunakannya sebagai keuntungan pribadi.
Cara yang dapat ditempuh yaitu menempatkan rintangan antara diri kita dengan godaan seperti menempatkan hal-hal sulit yang membuat kita berpikir dua kali tuk menerima godaan.
Baca Juga: Pengaruh Smartphone Terhadap Standar Kebahagiaan
Misalnya kamu tergoda memeriksa media sosial atau mencoba melirik video tranding youtube, kamu dapat menyiapkan kata sandi belasan digit, menonaktifkan dan sampai pada unistall app.
Lewat cara ini kita dapat memberikan gesekan pada siklus penundaan dan mengurangi sensasi nyaman dari godaan.
“Kita pada dasarnya rentang terhadap perasaan menyakitkan dan tidak sedikit dari kita hanya ingin bahagia dengan pilihan yang dibuat sendiri”
3. Pertimbangkan Tindakan Selanjutnya
Ini berbeda dengan cara kuno memecahkan tugas menjadi potongan-potongan kecil untuk dikerjakan.
Menurut Dr. Pychyl, jika kita berfokus pada tindakan selanjutnya, kita akan lebih terbantu dalam menenangkan saraf, ini yang disebut Dr. Pychyl sebagai “lapisan penipuan diri”.
Misalnya kamu tengah berhadapan dengan tugas tertentu, langkah pertama yang perlu kamu pertimbangkan adalah tindakan selanjutnya bukan keseluruhan rincian pekerjaan dari awal hingga akhir.
Kita tidak akan pernah menemukan hasil dari pekerjaan jika tidak dimulai.
“Motivasi mengikuti tindakan, Mulailah dan kamu akan menemukan motivasi akan mengikutimu” Ujar Dr. Pychyl
Sebagai penutup, ini sebuah cerita tentang seorang mahasiswa
Ia adalah seorang mahasiswa yang sering terlambat masuk kuliah dan uniknya ia terlambat di mata kuliah fisika, tentu dosen pengampuh mata kuliah sudah sangat mengenal kebiasaannya. Sehingga, sang dosen pun menganggapnya wajar begitu pula dengan mahasiswal lain.
Sebab mahasiswa yang bersangkutan tinggal cukup jauh dari kampus dan butuh waktu lama untuk sampai ke kampus. Disisi lain ia termasuk mahasiswa yang mampu menyelasaikan tugas fisika seperti mahasiswa kebanyakan meski sering terlambat.
Entah suatu waktu ia benar-benar tidak sempat masuk di mata kuliah fisika karna kemacetan dan peralihan jalan di kota metropolitan.
Berhubung terlambat dan ia tidak menemukan siapa-siapa dalam ruang kuliah, keterlambatan tidak terhindarkan karna faktor X.
Meski keadaan seperti itu ia sangat bersyukur dan berterima kasih menemukan dua soal fisika yang ditulis dosen. Ia pun mengambil inisiatif untuk menulis dan menjadikannya sebagai oleh-oleh untuk dikerjakan di kos-kosan.
Dua soal yang ia catat pun mulai dikerjakan, yang membuat mahasiswa ini bingung adalah ia tidak mendapati penyelesaiannya di buku-buku kampus manapun. Meski soal-soal yang lalu ia dapat selesaikan.
Ia mulai berpikir
“saya mungkin melewatkan satu pelajaran penting di mana kuliah ini”
Yah!
“apa boleh buat saya memang terlambat, jadi wajar”
Saya lanjut aja.
Hari-hari berlalu ditaburi bumbu jerih payah hanya untuk menyelesaikan 2 soal fisika. Akhirnya kelar juga sebelum deadline besok.
Tibalah hari esok, dosen masuk mahasiswa juga siap menerima kuliah dan perkuliahan selesai. Tugas-tugas pekan lalu dikumpul, sang dosen masih merasa ada yang kurang, ternyata ada satu mahasiswa lagi yang belum kumpul tugas.
Sang dosen mengambil inisiatif dengan meminta ketua tingkat untuk menyampaikan perihal tugas kemarin
“mahasiswa yang terlambat ini coba kamu arahkan untuk menyetor tugas di atas meja kerja saya” - ujar dosen pengampuh.
Seperti biasa mahasiswa yang sering datang terlambat muncul dan menerima arahan oleh ketua tingkat untuk mengumpul tugas kuliah di meja kerja dosen.
Hari berlalu hingga di satu waktu bukan jam kuliah fisika.
mahasiswa yang sering terlambat di panggil ke ruang dosen, kepanikan pun muncul, mahasiswa yang bersangkutan mulai dihinggapi pikiran negatif tentang isi pembicaraan privasi dengan dosen fisika.
Mau tidak mau ia harus memenuhi panggilan dosen. Tatapan sinis pun serentak mengerah ke dia.
Ia kemudian berjalan ke luar ruang kuliah dalam kondisi gugup menuju ruang akademik. Sinyal lampu merah sudah menjadi-jadi dalam pikiran dan tibalah ia bertemu dengan dosen secara privasi.
Jika, ditanya apa yang terjadi dalam ruangan?
Banyak dari kita yang akan bersuara ia akan mendapat peringatan atau mungkin ekstrimnya mahasiswa ini diberi selebrasi oleh dosen - tidak segitunya juga hehehe….
Namun, kita salah kaprah!
Inilah rincian yang terjadi dalam ruangan yaitu dosen sangat membanggakan prestasi dan pencapaian si mahasiswa.
Dosen berkata kamu yang sering terlambat ternyata jauh lebih baik daripada mahasiswa lainnya dan bahkan kamu dapat dianggap setingkat master maupun doctor sekalipun.
Tahu tidak bahwa soal yang sengaja saya tulis di papan kemarin, saya perlihatkan ke mahasiswa bahwa inilah soal tersulit dalam bidang fisika, yang bahkan setingkat saya belum mampu menjawabnya. Namun, yang membuat saya kagum kamu dapat menjawabnya dengan hasil yang sulit dibayangkan.
Apa yang dapat dipetik dari cerita:
Pertama kita sebenarnya memiliki kemampuan menyelesaikan pekerjaan tertentu jika dimulai. Meski itu termasuk dalam kategori sulit, dengan cara mangadopsi pikiran untuk tidak menganggapnya sulit seperti contoh mahasiswa di atas tidak memikirkan 2 soal yang dicatat sulit untuk dikerjakan.
“cara mengerjakan tugas tersulit adalah mengerjakannya”
Posting Komentar untuk "Alasan Kita Suka Menunda-nunda Atau Prokrastinasi"
Posting Komentar